MATARAM—Politik uang masih menjadi tantangan serius yang dihadapi dalam setiap kontestasi pilkada. Tidak jarang kontestasi ini tercederai gara-gara adanya praktek-praktek politik uang tersebut.
Berdasarkan pengalaman pengawasan pada pilkada sebelumnya, ungkapnya, pelanggaran paling relatif banyak dilakukan peserta pilkada maupun tim sukses adalah dengan melakukan praktek politik uang. Banyak kasus politik uang tidak terselesaikan dengan baik akibat tidak ada kewenangan Bawaslu dalam memutuskan pelanggaran tersebut.
Dikatakan, proses keputusan politik uang ada di Sentra Gakumdu (Sentra Penegakan Hukum) prosesnya penyelesaiannya relatif cukup panjang dan berbelit-belit dan rumit. Ada tiga lembaga dalam Sentra Gakumdu tersebut. Yakni, Bawaslu, kejaksaan dan kepolisian.
"Selain itu, ketidakadaan sanksi bagi para pelaku politik uang yang bisa diberikan Bawaslu. Sehingga terkesan tidak maksimal," ucapnya.
Dengan penguatan peran dan kewenangan Bawaslu dalam memberikan sanksi terhadap pelanggaran politik uang, bebernya, membutuhkan kerja keras dari Bawaslu dalam melaksanakan pengawasan. Dengan kondisi itu, Bawaslu bisa langsung memproses dan memutuskan apakah pelanggaran tersebut kategori politik uang atau bukan.
Lanjut, Bawaslu pun langsung bisa menjatuhkan sanksi terhadap pelaku politik uang. Misalnya, diskualifikasi atau dibatalkan pencalonannya.
Satgas Anti Politik Uang, bebernya, akan ditempatkan di masing-masing posko pemenangan peserta pilkada. "Seningga praktek politik uang ini bisa kita tekan seminimal mungkin," tandasnya.
Meski begitu, diakuinya, pembentukan Satgas Anti Politik Uang tersebut sangat tergantung dari ketersediaan anggaran yang diberikan pemerintah daerah kepada Bawaslu NTB.
Dia optimis, terobosan dan inovasi dari Bawaslu akan direspon baik semua pihak. Itu sebagai upaya menciptakan pilkada berkualitas, berintegritas, jujur, akuntabel dan transparan.
Dengan ada penguatan peran dan fungsi pengawasan dari Bawaslu, dia berharap, tidak ada asumsi bahwa Bawaslu sebagai lembaga superbodi. Pasalnya, Bawaslu bertindak sebagai eksekutif (eksekutor) dan sekaligus yudikatif (mengadili), jika ada pelanggaran yang dilakukan pasangan calon maupun parpol. (yan)