Kelanjutan Proyek BWS Dikaji Ulang

TANJUNG – Puluhan perwakilan masyarakat se-Kecamatan Kayangan Kabupaten Lombok Utara (KLU) khususnya yang tergabung dalam Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) melakukan pertemuan dengan Pemerintah KLU, Balai Wilayah Sungai (BWS) Nusa Tenggara I, PDAM KLU serta Polres Persiapan KLU di aula Kantor Camat Kayangan Senin (30/5). Agenda pertemuan ini adalah untuk mencari titik temu kelanjutan proyek pembangunan sistem jaringan air baku Sekeper yang tengah dibangun di Desa Sambik Bangkol Kecamatan Gangga.

Dalam pertemuan tersebut, hadir langsung Wakil Bupati KLU, Syarifudin. Hadir pula Kapolres Persiapan KLU, AKBP Rifai, Kepala Satuan Kerja Pelaksanaan Jaringan Pemanfaatan Air (PJPA) BWS Nusa Tenggara I, Asep Komarudin, Asisten II Setda KLU, Melta, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Energi dan Sumber Daya Mineral (PUPESDM) KLU, Raden Nurjati, Kepala Kantor Lingkungan Hidup KLU, Rusdianto, Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik KLU, Ahmad Dharma, Camat Kayangan, Tresna Hadi, serta Direktur PDAM KLU, Suhaili.

Asep dalam pertemuan ini menerangkan, proyek BWS ini ditujukan untuk memenuhi air bersih di Kecamatan Kayangan dan juga Kecamatan Gangga bagian timur. Proyek ini merupakan program yang diajukan Pemerintah KLU bersama PDAM KLU pada 2013 untuk pemenuhan air bersih. BWS kemudian menindaklanjuti, dan akhirnya pada 2016 bisa terlaksana. Dalam dokumen pengajuan, disebutkan debit air di lokasi mencapai 1.780 liter per detik. Sementara proyek ini hanya berkapasitas 100 liter per detik dengan jaringan perpipaan mencapai 10 km. Proyek ini  diyakini tidak sampai mengganggu air irigasi petani di Kecamatan Kayangan.

Namun data 1.780 liter per detik yang disampaikan ini diragukan masyarakat yang hadir dalam pertemuan. Pasalnya, jika mengacu pada kondisi saat ini sepertinya tidak sampai sebanyak itu. Terlebih di Kawasan Hutan Rinjani Barat lokasi Air Terjun Sekeper ini berada, atau tempat aliran mata air ini berada, kini sudah rusak, banyak ditebang. “Mohon bapak sampaikan data debit air saat ini, kalau dulu debitnya memang banyak,” ujar Kepala Desa Sesait, Aerman.

Salah satu tokoh pemuda Desa Sesait, Hamdan, menerangkan, berdasarkan data yang diambil dari pengamat pengairan daerah Irigasi Santong, yang merupakan muara mata air yang akan dimanfaatkan BWS ini, debit air terus mengalami penurunan mulai dari 2010 sampai 2015. Dimana pada Februari 2015 debitnya 1.913 liter per detik, Maret 2015 debitnya 1.831 liter per detik dan April debitnya 1.200 liter per detik. Sementara pada bulan lainnya di bawah 1.000 liter per detik. Terparah November 2015 dengan debit 423 liter per detik. Menurut Hamdan, kondisi ini tiada lain disebabkan karena pembalakan liar.

Baca Juga :  Tersangka Kasus RSUD KLU Belum Diperiksa

Asep sendiri tidak bisa merinci berapa debit air ril yang ada saat ini di lokasi. Perlu kiranya kata Asep untuk melibatkan bagian hydrology di Dinas Pekerjaan Umum NTB. Namun yang jelas Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro (PLTMH) Santong menggunakan 1.500 liter per detik untuk menggerakkan turbin pembangkit. “Kalau perlu nanti bisa ukur sama-sama dengan melibatkan bagian Hydrology,” terangnya.

Asep menegaskan, jika terjadi kekurangan air selama ini, jangan langsung menyalahkan kondisi ketersediaan sumber air, melainkan harus ditelusuri dulu penyebabnya. Bisa saja karena saluran irigasi tidak permanen sehingga air banyak meresap ke tanah. Kemudian bisa juga salurannya bocor atau ada yang mengambil air padahal belum gantiannya. “Itu yang harus ditelusuri dulu. Silakan lapor ke kami, buat proposalnya, nanti tim kami bisa turun, karena selain air minum, kami juga mengurus irigasi,” terangnya.

Nurjati menerangkan, di Kecamatan Kayangan sendiri terdapat 2.400 hektar lahan pertanian. Jika satu hektar lahan membutuhkan debit satu liter per detik, jelas dengan ketersediaan sumber air irigasi yang ada saat ini, air irigasi untuk Kecamatan Kayangan masih kurang. Terlebih di daerah Lendang Jurang Kecamatan Kayangan kerap mengalami puso padi. Namun di samping kekurangan air irigasi, faktanya juga masih ada masyarakat di Kecamatan Kayangan dan Gangga yang belum mendapatkan manfaat air bersih. Sehingga hal tersebut juga harus diprioritaskan.

Nurjati sendiri setuju bahwa besarnya air di hulu belum tentu besar juga yang didapatkan atau yang masuk ke lahan pertanian. Karena hal tersebut sangat berpengaruh dari kondisi saluran irigasi. KLU sendiri seharusnya memiliki 80 km saluran irigasi permanen, namun yang baru terpenuhi hanya sekitar 12 sampai 15 persen. Kondisi ini kata Nurjati diyakini tidak jauh berbeda dengan di Kecamatan Kayangan yaitu sekitar 12 sampai 15 persen saluran irigasi yang sudah permanen.

Selanjutnya Suhaili menjelaskan, kapasitas air baku yang dibutuhkan PDAM saat ini untuk melayani 70 ribu jiwa di Kecamatan Kayangan dan Gangga, hanya 64 liter per detik. Namun yang ada saat ini hanya 20 liter per detik dari mata air Batu Bara. Dari total 70 ribu jiwa ini sendiri, yang baru menjadi pelanggan sekitar 12 ribu jiwa. Sehingga dari total kapasitas 20 liter per detik yang ada, hanya digunakan sekitar 12 liter per detik. Sisanya belum dimanfaatkan karena banyak keluarga yang belum menjadi pelanggan PDAM di Kecamatan Kayangan dan Gangga.

Baca Juga :  Maulid Adat Berlangsung Dua Hari

Kemudian untuk kapasitas 100 liter per detik dari proyek sistem jaringan air baku Sekeper ini sendiri sebenarnya untuk mengantisipasi pertumbuhan penduduk satu persen lebih pertahunnya di Kecamatan Gangga dan Kayangan. Artinya tidak serta merta airnya akan langsung dipergunakan. Tentu itu disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. “Karena Pak Gubernur sendiri menginginkan agar 100 persen masyarakat di tahun 2018 sudah terpenuhi air bersihnya,” terangnya.

Kemudian masalah pembelian air dari PDAM oleh masyarakat, sebenarnya masyarakat disubsidi. Bayangkan lima drum air hanya dijual Rp 900,-. Seharusnya dijual Rp 2.800 untuk lima drum. Untuk mengakalinya, PDAM bersama Pemerintah KLU bersepakat untuk menerapkan kebijakan subsidi silang. Dimana bagi kalangan tertentu dikenakan biaya air yang lebih tinggi semisal perhotelan.

Melta menambahkan, proyek BWS ini tidak serta merta bisa dipergunakan setelah selesai dibangun, karena pembangunan hanya sampai reservoir. Untuk jaringan distribusi mejadi pekerjaan Dinas PUPESDM KLU dan juga PDAM. “Mungkin tiga tahun setelahnya baru bisa dimanfaatkan,” terangnya.

Mendengar semua penjelasan yang disampaikan ini, masyarakat yang hadir tetap menolak. Karena mereka meyakini bahwa proyek ini bisa mengakibatkan semakin sulitnya air irigasi untuk lahan pertanian. Bahkan ada yang berseloroh bahwa tanpa PDAM pun, dari dulu masyarakat bisa hidup dan mendapatkan air bersih.

Setelah mendengar aspirasi masyarakat, Syarifudin pun kemudian memutuskan, bahwa dalam beberapa hari ini, dirinya akan mengumpulkan seluruh pihak-pihak terkait untuk diberikan kajian yang komprehensif terhadap masalah ini. Kalau memang nantinya berdasarkan hasil kajian yang ada, proyek harus dihentikan, maka dengan sangat terpaksa akan dihetikan. “Kita akan kaji dulu beberapa hari ke depan, kita cari formulasi yang terbaik. Kalau memang harus dihentikan, maka dengan sangat terpaksa akan dihentikan,” terangnya.

Syarifudin pun meminta oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau oknum kontraktor yang terlibat dalam persoalan ini untuk ikut menciptakan kondusivitas di lapangan.

Asep menambahkan, dilanjutkan atau tidaknya proyek yang sudah mengalami kerugian senilai Rp 2,5 miliar akibat perusakan material dan peralatan proyek sejumlah warga pekan lalu, tentunya tergantung keputusan berdasarkan hasil kajian yang dilakukan Pemeritah KLU. “Kalau memang berdasarkan hasil kajian akan dihentikan, ya kami akan hentikan. Karena masih banyak juga program kami di tempat lain yang harus dikerjakan,” tandasnya. (zul)

Komentar Anda