OJK Minta BPR NTB Berbenah

STAND BPR: Tampak salah satu stand BPR NTB yang ikut berpartisipasi dalam sebuah pameran pembangunan di NTB belum lama ini (LUKMAN HAKIM/RADAR LOMBOK)

MATARAM–Kondisi industri perbankan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya lembaga Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang ada di Provinsi NTB pada tahun 2016 dalam kondisi buruk, bukan berarti kondisi usahanya kritis. Namun kinerja BPR di NTB masih tergolong aman, karena tidak sampai anjlok, apalagi sampai masuk dalam kategori untuk dilikuiditas.

“Meski kinerja buruk di tahun 2016, tapi kondisi BPR di Provinsi NTB masih dalam kondisi sehat dan berjalan baik. Hanya saja perlu ada inovasi dan kerja keras lebih bagus lagi di tahun 2017 ini,” pinta Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi NTB, Yusri, Jum’at kemarin (6/1).

Dikatakan Yusri, meski terjadi kinerja buruk di tahun 2016, bukan berarti kondisi BPR di NTB mengkhawatirkan. Kondisi BPR di NTB sebanyak 32 lembaga terdiri dari 29 BPR konvensional dan 3 BPR Syariah dari sisi permodalan masih dalam kondisi cukup kuat. Yang menjadi persoalan di tahun 2016 itu adalah kinerja beberapa indikator penilaian kinerja tumbuh melambat bahkan jauh minus dibandingkan dengan kondisi kinerja tahun 2015.

Yusri membeberkan kondisi kinerja BPR di NTB tahun 2016. Dimana terjadi perlambatan di semua indikator kinerja BPR. Seperti Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 3,51 persen jauh dibawah pertumbuhan di tahun 2015 yang sebesar 18,3 persen. Begitu juga dengan  penyaluran kredit/pembiayaan tumbuh hanya 5,47 persen terjadi penurunan yang cukup drastis jika dibandingkan dengan realisasi penyaluran kredit di tahun 2015 yang mencapai 13,4 persen.

[postingan number=3 tag=”bpr”]

Baca Juga :  Dua Terduga Teroris yang Tewas di Poso Asal NTB

Hal yang sama juga untuk aset yang tumbuh hanya 4,96 persen, terjadi penurunan yang cukup drastis di kinerja tahun 2016 ini. Sementara pertumbuhan aset BPR di NTB pada tahun 2015 tembus mencapai 26, 9 persen. Sementara itu rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) hingga Oktober 2016 ini mencapai 10,49 persen, terjadi kenaikan cukup tinggi, dimana NPL tahun 2015 sebesar 7,63 persen. Untuk NPL diatas 10 persen ini menunjukan kualitas kredit BPR di NTB semakin memburuk,  terlihat dari NPL yang meningkat tinggi.

Jajaran direksi BPR yang ada di NTB, diminta untuk memperhatikan kondisi kinerja usahanya yang cukup buruk selama tahun 2016. Berbagai persoalan harus diperhatikan oleh 32 BPR yang ada di NTB. Mereka harus segera berbenah mulai melakukan upgrade sumber daya manusia (SDM) yang ada di BPR. Selain itu, BPR di NTB juga hendaknya lebih ketat menerapkan kehati-hatian dalam penyaluran kredit/pembiayaan.

Karena itu, Yusri mengingatkan BPR di NTB di tahun 2017 ini untuk melakukan pembenahan dalam memperbaiki kinerja yang kurang meyakinkan di tahun 2016 lalu. Seperti terus meningkatkan penyaluran kredit/pembiayaan yang progresif, namun tetap mengedepankan prinsip kehati-hatian. Hal tersebut sangat penting guna mengantisipasi rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang semakin tinggi apalagi sampai diatas angka 10 persen. “Penarikan dana pihak ketiga (DPK) juga perlu terus ditingatkan,” ujarnya.

Ketua DPD Perbarindo NTB, Yanuar Alfan mengakui jika rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) yang ada di BPR di NTB masih tergolong tinggi bahkan ada diatas 10 persen. Padahal dari ketentuan Bank Indonesia ataupun OJK, batas maksimal NPL adalah 5 persen. “Memang kecendruangannya NPL BPR di tahun 2016 itu cukup tinggi,” kata Yanuar Alfan yang juga Direktur Utama PNM BPR Syariah Patuh Beramal ini.

Baca Juga :  Pengurus PSSB Koordinasi dengan Dispora NTB

Yanuar mengataka, di internal Perbarindo NTB berbagai langkah terus diupayakan untuk menekan rasio kredit bermasalah. Seperti melakuan pertemuan dan berbagi cara dalam menekan NPL. Karena tidak semua BPR di NTB memiliki NPL diatas 5 persen. Bahkan ada juga beberapa BPR yang NPL -nya dibawah 5 persen.

Selainn itu, DPD Perbarindo NTB juga menggelar pendidikan dan pelatihan bagi karyawan BPR untuk meningkatkan kompetensi mereka. Sehingga nantinya dengan kompeteni karyawan BPR yang semakin bagus diharapkan mampu mencarikan solusi dalam menekan NPL di BPR tempat mereka bertugas. “Berbagai strategi kami lakukan dalam menekan rasio kredit bermasalah yang sekarang ini terus kecendrungannya naik di BPR,” ujar Yanuar.

Menurut Yanuar, meningkatnya NPL di BPR tak terlepas dari kondisi perekonomian yang lesu di tahun 2016. Pelambatan ekonomi secara nasional juga berdampak luas terhadap sektor riil yang menjadi andalan BPR menyalurkan pembiayaan, terlebih lagi penyaluran KUR dengan bunga murah juga menjadi salah satu persoalan dan tantangan berat bagi BPR di lapangan. “Kelesuan ekonomi ini berdampak besar terhadap kinerja BPR. Terlebih lagi BPR itu pangsa pasarnya di sektor riil,” kata Yanuar. (luk)

Komentar Anda