Warga Terisolir, Perahu Pilihan Satu-Satunya Alat Transportasi

banjir sambelia
NAIK PERAHU: Akibat akses jalan dan jembatan putus, warga Pulur Desa Labuhan Pandan terisolir. Warga terpaksa menggunakan perahu sebagai alat transportasi keluar. (Jalaludin/Radar Lombok)

Putusnya jalan dan jembatan yang menghubungkan desa mereka dengan luar membuat warga terisolasi. Kondisi ini diperparah listrik yang padam.


Jalaludin–Selong


Hujan terus mengguyur. Semakin sore, hujan semakin deras.   Hujan terus mengguyur sepanjang malam  sampai Kamis pagi (9/2). Bahkan dibarengi dengan sambaran petir yang seakan tak putusnya sepanjang malam itu. Petir menyambar jaringan listrik. Akibatnya aliran listrik di dua desa Labuhan Pandan dan Dadap mengalami padam total. Tidak itu saja, bahkan di desa tetangga jaringan listrik dan alat-alat elektronik warga terbakar.

Padamnya listrik inilah awal mula derita masyarakat Dusun Pulur, Peteran Desa Labuhan Pandan dan Desa Dadap. Disusul banjir bandang yang mengakibatkan putusnya jembatan penghubung desa dengan luar yang terletak di Peteran. Keesokannya lagi putusnya opret jembatan Sambelia serta jalan di Darakunci.

Belum hilang trauma warga akibat banjir Kamis lalu (9/2), banjir bandang lebih dahsyat lagi terjadi Sabtu lalu (11/2). Banyak jembatan dan jalan yang rusak. Sejumlah rumah warga hanyut dan roboh.

[postingan number=3 tag=”boks” ]

Maka tak ada jalan keluar bagi masyarakat dua desa ini untuk menuju ke luar kecamatan guna dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari.  “Tahun ini kami betul-betul menderita akibat terputusnya akses jalan dan jembatan ini,” kata Rohaniyah, salah satu warga Pulur menuturkan.

Selama tiga hari tiga malam  hujan turun sangat deras dan hampir tak ada putusnya. Sementara untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari tidak sedikit masyarakat terpaksa berhutang ke tetangga lantaran persediaan di kios tidak ada akibat jalan dan jembatan terputus.  Inilah yang  memicu naiknya harga beberapa kebutuhan pokok. “Air mineral yang biasanya hargnya Rp 5 ribu per 2 liter kini menjadi hampir Rp 10  ribu. Demikian pula kebutuhan lainnya seperti beras, gas elpiji, bensin dan kebutuhan lainnya semuanya naik,” jelasnya.

Baca Juga :  Suasana Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Lapas Mataram

Dia mengaku tidak heran dengan kenaikan tersebut lantaran kondisi yang ada. Namun ia justru merasa heran tidak ada petugas atau aparat dari kecamatan ataupun kabupaten yang datang guna memberikan perhatian kepada mereka  sampai  tiga hari terjadi musibah tersebut. ''Jangankan mendapatkan paket sembako, bahkan bantuan air minum atau air bersin sama sekali tidak ada,'' tuturnya.

Kondisi ini membuat mereka panik dan berusaha memperoleh air guna keperluan sehari-hari dengan menempuh 1 kilometer  melintasi banjir  dan  jalan  setapak dan becek.“Diperparah dengan tidak adanya di jual lilin.

Listrik warga padam,” kata Silvi warga Pulur menambahkan.

Akibat putusnya jembatan tersebut pula mengakibatkan akses keluar kecamatan atau ke dusun tetangga seperti Dusun Labuhan Pandan, Padak Goar atau Senanggalih lumpuh total. “Tidak ada alternatif lain kecuali kita keluar menggunakan perahu.  Meski biaya mahal tapi terpaksa kita tempuh demi bisa keluar atau masuk desa demi urusan  memenuhi  kebutuhan sehari-hari,” kata Jumadil, warga lainnya menimpali.

Baca Juga :  Pengalaman Suhardiono, Belasan Tahun Dampingi Penderita HIV/AIDS

Untuk  ke Dusun Labuhan Pandan yang jaraknya hanya sekitar 2 kilometer dengan waktu penyeberangan sekitar 7 sampai 10 menit, warga harus merogoh kocek Rp 25 ribu. Sementara untuk sepeda motor biayanya mencapai Rp 50 ribu.  Tentu akan lebih mahal bila tujuannya lebih jauh seperti Labuhan Lombok atau yang lainnya.

Di tengah kesulitan yang dialami warga, berhembus cerita mistis. “Dalam kondisi panik, kita dapat kabar  akan kemunculan orang gaib yang datang mengingatkan untuk berhati-hati sehingga kita tambah panik,” kata salah satu warga lainnya.

Radar Lombok kemudian melakukan penelusuran terhadap cerita masyarakat tersebut hingga menemukan sumber cerita yang berkembang di masyarakat. Adalah Marbot Masjid Desa Sambelia bernama Ainul Yakin. Ia mengaku didatangi orang   berpakaian serba hitam yang tiba-tiba duduk di dekatnya di mimbar usai menyampaikan pengumuman pada masyarakat.  “Entah dari mana datangnya tiba-tiba ia duduk di belakang saya,” katanya.

Orang tak dikenal berpakaian serba hitam ini kemudian agar warga lebih waspada. Cerita ini kemudian berkembang hingga membuat masyarakat Sambelia semakin waspada dan bahkan panik, jika sewaktu-waktu musibah besar  kembali datang menerjang wilayah mereka. Namun  sejak banjir bandang  Sabtu pagi lalu (11/2), kondisi Kecamatan Sambelia kini berangsur-angsur pulih. (*)

Komentar Anda